KETIKA DUDUK DI TEMPAT YANG SEPI

Bookmark and Share
Tadi malam, saya mendapat pertanyaan yang bernada “tantangan” dari sedulur untuk menerawang di manakah pesawat Air Asia yang hilang dalam perjalanan dari Surabaya ke Singapura itu kini berada?

=Ditanya hal ini, saya terdiam seribu bahasa. Saya takut untuk menjawab langsung pertanyaan itu. Jantung saya terasa mau copot dari tempatnya. Nadi saya berdenyut keras. Ada perasaan takut luar biasa yang tiba-tiba menyergap dari segala penjuru. Bagi saya, itu adalah pertanyaan sangat berat, sebab ia memasuki medan goib SIRULLAH wilayah rahasia Allah dimana manusia hanya bisa terdiam belaka. Ketika ilmu pengetahuan dan teknologi telah digunakan untuk mencari pesawat hilang tersebut secara maksimal, maka yang bisa dilakukan manusia hanya terdiam.

==-WA’INDAHU MAFAATIHUL GHAYBI, LAA YA’LAMUHAA ILLAA HUWA WAYA’LAMU MAA FIIL BARRI WAL BAHRI, WAMAA TASQUTHU MIN WARAQATIN ILLAA YA’LAMUHAA WALAA HABBATIN FII ZHULUMAATIL ARDHI WALAA RATHBIN WALAA YAABISIN ILLAA FII KITAABIN MUBIININ ====

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).

Kunci semua yang gaib tentu saja hanya ada pada sisi Allah. Artinya hanya Allah yang memiliki kunci dan kunci itu bisa terserah diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-NYA. Maka ketika seseorang diberikan Allah kunci membuka yang gaib, dan dia mampu melihat dan menerawang apa yang belum terjadi maka sesungguhnya dia telah diberikan Allah kelebihan. Orang yang demikian harus menjaga adab perilaku dan etika memiliki kunci yang diberikan oleh Allah dan wajib menyelaraskan dengan kehendak dan iradat Allah.

Manusia hanyalah berusaha dan berupaya, bekerja dan berdoa. Berusaha dan memohon sesuatu. Semua permohonan itu diseleksi oleh Allah. Sekiranya cocok maka akan disetujui, dan sekiranya belum cocok maka akan ditunda atau terkadang ditolak. Kita perlu yakin, bahwa belum dikabulkannya doa kita sesungguhnya ada hikmah yang besar dibaliknya. Pembelajaran sabar dan ikhlas sangat mahal harganya dan itu lebih menuntun ke arah kemajuan ruhani. Kita perlu yakin bahwa kehendak dan pemikiran Allah pasti sangat amat Maha Mulia. Kemuliaan yang tanpa batas ukuran manusia.

Manusia memang dholim, makhluk sok mulia yang terasa amat sombong karena dengan semena-mena mengukur dan menakar kemuliaan Allah dari sudut nilai-nilai kemanusiaan. Betapa naifnya?
Orang harus menyadari bahwa dirinya terbatas dan lemah. Sedikit capek, emosi menjadi tidak stabil. Sedikit marah, pikiran menjadi goyang dan tidak rasional. Apakah pantas manusia yang sedemikian lemah ini mengaku Tuhan? Seandainya.. ini seandainya lho ya, seaindainya manusia itu benar-benar menjadi Tuhan, dengan kelemahannya seperti itu, pasti alam semesta ini amburadul.

Untungnya Allah SWT bukan manusia. DIA mensabda KUN FAYAKUN dan alam semesta ini tercipta dengan ketepatan ukuran yang sangat luar biasa, mulai tingkat partikel sub atomic hingga tingkat supra galaksi. Semuanya serba teratur, terprogram, dengan daya kedisiplinan tingkat tinggi yang berjalan sesuai dengan alur kodrat yang ada di dalam dirinya.

Pada akhirnya juga KUN FAYAKUN makhluk bernama manusia yang ditiupkan ruh, dengan akal budi dan rasa hati (batin). Dan inilah keajaiban hati. Hati memiliki dua pintu dalam hubungannya dengan ilmu; pertama bagi impian-impian, kedua bagi alam jaga, yaitu pintu yang tampak keluar.

Dalam keadaan tidur, pintu indera tertutup dan pintu batin terbuka, menyingkap kegaiban alam malakut (kerajaan langit) dan lauh al-Mahfudh (tempat takdir tersurat), bagaikan sinar cahaya. Terkadang untuk menyingkapnya, memerlukan sedikit ta’bir impian. Sedangkan yang tampak dari luar, orang mengira bahwa dengan itulah alam jaga terwujud dan bahwa jaga lebih sesuai bagi ma’rifah. Padahal dalam jaga, orang tidak dapat melihat sesuatu dari alam ghaib. Apa yang terlihat antara tidur dan jaga, lebih memungkinkan ma’rifah daripada yang terlihat dari jalan indera.

Disamping itu, kita perlu mengetahui bahwa hati itu seperti cermin, seperti juga Lauh al-Mahfudh, yang di situ terdapat gambar segala yang wujud. Kalau cermin dan cermin dihadapkan, maka gambar-gambar yang ada di cermin yang satu akan muncul pula di cermin yang lain. Demikian pula gambar-gambar yang ada di Lauh al-Mahfudh tampak di hati jika hati itu kosong dari nafsu-nafsu duniawi. Kalau hati itu penuh dengan nafsu-nafsu tersebut, maka alam malakutpun tertutup darinya.

Apabila dalam keadaan tidur ia kosong dari hubungan-hubungan inderawi, maka ia dapat menampakkan alam malakut dan muncullah dalam hati sebagian dari “gambar-gambar” yang ada di Lauh al-Mahfudh.

Ketika pintu mata indera dibuka, maka yang ada setelah itu adalah khayal. Karena itu, apa yang dilihat oleh hati ketika itu, terselubung di bawah jasad lahiriyah. Dia bukanlah kebenaran yang hakiki, yang jelas dan terbuka. Ketika hati mati, karena pemiliknya meninggal, maka tidak ada lagi yang tersisa, tidak khayal dan tidak pula inderanya. Dan pada saat itulah hati dapat melihat, tanpa ilusi dan khayal.

Dikatakan padanya : QAF 22. Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam. ===LAQOD KUNTA FII GHAFLATIN MIN HAADZAA FAKASYAFNAA ‘ANKA GHITHAA-AKA FABASHARUKA ALYAWMA HADIIDUN====

Hanya hati yang mendapatkan penerangan kebenaran melalui ilham yang bisa menembusnya. Kedatangannya tidak melalui indera, tapi langsung menyusup ke hati, tanpa diketahui dari mana datangnya. Sebab qalbu/hati berada di alam malakut, sedangkan indera diciptakan untuk alam kasat mata. Karena itu indera justeru menjadi penutup bagi hati untuk melihat alam malakut. Sehingga anjurannya sangat jelas: kosongkan dari kesibukan inderawi maka engkau akan mencicipi semesta ruhani.

Namun jangan menyangka bahwa kekuatan melihat alam malakut hanya terbuka pada saat tidur dan mati saja. Tetapi dapat juga terbuka dalam keadaan jaga bagi mereka yang benar-benar berjuang, melatih diri dan menghindar dari cengkeraman nafsu, angkara-murka, pekerti buruk dan perbuatan-perbuatan hina. Berpuasalah..berpuasalah..berpuasalah.

Ketika orang itu duduk di tempat yang sepi, menghentikan jalan indera, membuka mata batin dan pendengarannya, menyelaraskan hati terhadap alam malakut dan mengucapkan “Allah, Allah, Allah” secara terus menerus dalam hati sampai tidak menyadari dirinya dan alam sekelilingnya, sehingga yang terlihat olehnya hanyalah tanda-tanda Allah SWT saja, maka akan terbukalah kekuatan itu. Dia akan melihat, dalam jaga, apa yang dilihatnya ketika tidur. Ruh-ruh malaikat dan nabi-nabi serta bentuk-bentuk yang indah lagi agung, akan tampak jelas baginya. Demikian juga kerajaan-kerajaan langit dan bumi akan terkuak baginya.

Dan dia dapat melihat apa yang tak mungkin diterangkan maupun disifati, sebagaimana sabda Nabi saw. “Bumi didekatkan padaku, maka akupun dapat melihat bagian-bagian timur dan baratnya”. Dan firman Allah SWT: “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda (kerajaan) langit dan bumi.”

Dalil-dalil di atas mempertegas bahwa ilmu-ilmu para nabi diperoleh melalui jalan itu, bukan melalui proses penginderaan, sesuai firman Allah dalam Al Muzammil 8: “Sebutlah nama Tuhan-Mu dan tekunlah beribadah kepada-Nya, setekun-tekunnya”

Maksud dari istilah “tekun beribadah” ialah memutuskan hubungan dan kaitan dengan segala sesuatu, membersihkan hati dari segala bentuk kecenderungan duniawi, dan menghadapkan diri kepada Allah SWT secara total. Inilah jalan yang dilalui oleh para sufi, sedangkan metode pengajaran taklim adalah jalan para ulama.

Tingkatan yang tinggi ini hanya diperoleh melalui jalan nubuwah (kenabian), demikian pula ilmu para wali (kekasih Allah). Ia semata-mata datang di hati mereka dengan perantaraan dari sisi Tuhan Yang Maha Benar, Al Kahfi 66: “Dan Kami ajari dia ilmu dari sisi Kami.”

Jalan ini tidak bisa dipahami kecuali orang mau untuk melakukan TAJRIB (pengalaman). Jalan ini tidak dapat ditempuh hanya dengan perasaan hati, juga tidak dapat ditempuh dengan pengajaran. Yang penting adalah mempercayai jalan Ilahi sehingga pancaran sinar tembus yang dimiliki para nabi dan wali tidak terhalang. Inilah yang termasuk keajaiban-keajaiban hati.

Barangsiapa yang tidak melihat, maka kemungkinan besar ia tidak akan percaya; seperti firman Allah dalam Yunus 39: “Sebaliknya mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dan belum datang kepada mereka takwilnya.” Dan firman-Nya dalam Al Ahqof 11: Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengan Al-Qur’an, merekapun akan mengatakan “Ini adalah kebodohan lama.”

Sesungguhnya kenikmatan dan kebahagiaan hakiki bagi manusia adalah MAKRIFATULLAH —mengenal Allah. Perlu diketahui bahwa kebahagiaan setiap apa saja, rasa nikmat dan kelezatannya, sangat tergantung pada tuntutan kodratnya. Dan kodrat sesuatu apapun adalah apa yang karenanya, mereka diciptakan. Kenikmatan mata terletak pada pemandangan-pemandangan yang indah, kenikmatan telinga terletak pada suara-suara yang merdu. Demikian pula semua anggota-anggota badan yang lain. Nah, kenikmatan hati yang terutama ialah MAKRIFATULLAH, karena untuk itulah hati diciptakan.

Seseorang yang belum mengenal sesuatu, kemudian mengenalnya, maka dia akan puas karenanya. Seperti permainan, ketika orang sudah mengenalnya dan dapat memainkannya maka orang tersebut akan begitu menikmatinya. Dilarangpun dia enggan meninggalkannya. Dia begitu penasaran untuk selalu memainkannya.

Begitu juga bila terjadi pengenalan kepada Allah, seseorang akan merasa asyik dan tidak sabar ingin senantiasa bermusyahadah, karena kenikmatan hati adalah makrifatullah. Semakin besar pengenalannya kepada Allah, semakin besar pulalah kenikmatan yang diperolehnya. Siapa yang lebih besar wujudnya? Siapa yang lebih agung,¬ daripada Allah SWT. Sebab keagungan segala yang ada, adalah karena-Nya dan dari-Nya semata.

Segala keajaiban alam tercipta akibat pengaruh-pengaruh penciptaan-Nya. Maka tidak ada pengenalan yang lebih mulia melebihi pengenalan terhadap Allah. Tidak ada kenikmatan yang lebih nikmat melebihi kenikmatan mengenal-Nya. Dan tidak ada pandangan yang lebih indah melebihi pandangan untuk Nya.

Semua kenikmatan nafsu duniawi tergantung pada diri dan kenikmatan-kenikmatan itu akan berhenti karena mati. Sedangkan kenikmatan mengenal Tuhan adalah kenikmatan abadi dan tidak akan pernah berhenti karena mati. Hati akan semakin bertabur rindu dan sinarnya justru semakin terang benderang, sebab manusia telah keluar dari kegelapan menuju sumber segala sumber pancaran cahaya.

Semoga pesawat Air Asia itu secepatnya ditemukan dan kepada Allah-lah semua ini akan kembali.

WONGALUS, akhir 2014

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar